Jakarta Gratifikasi atau suap seks bagi pejabat negara diatur tegas di Singapura. Seorang mantan pejabat komandan kementerian pertahanan sipil di Negeri Jiran itu dijerat pidana karena menerima suap seks. Lalu bagaimana dengan Indonesia, perlukah diatur?
"Ada ketentuan gratifikasi yang sudah diatur di UU Antikorupsi. Yang diatur soal pemberian hadiah, belum secara eksplisit soal seks," kata Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, saat berbincang, Jumat (8/6/2012).
Suap seks, belum diatur dalam UU Korupsi. Padahal, sudah menjadi rahasia umum kalau seks menjadi salah satu alat suap bagi penyelenggara negara. Seperti apa yang disampaikan Bambang Widjojanto, aturan di Indonesia belum bisa menjangkau ke urusan suap seks, karena tak diatur tegas.
Karenanya, seperti apa yang disampaikan peneliti Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) Jamil Mubarok, bahwa bentuk penyuapan bukan hanya soal uang semata. Seiring waktu, ada bonus-bonus lain yang diberikan bagi koruptor. Dia mencatat ada 7 hal yang perlu diatur di UU Korupsi soal gratifikasi. Hal tersebut yakni:
1. Mengeksploitasi perempuan dengan memberikan full service perempuan bayaran
2. Memberikan layanan karaoke plus plus
3. Menanggung biaya clubbing dengan segala minuman haram dan gadis pendampingnya
4. Memberikan paket spa dan massage plus plus
5. Memberikan paket liburan dengan menanggung seluruh biaya pesawat, hotel, mobil, sampai oleh-olehnya
6. Membayar paket olahraga golf, tenis, biliar dan lain-lain
7. Memberikan sebagian saham perusahaannya.
"Gratifikasi harusnya diartikan secara luas, tidak saja berbentuk uang, namun juga pelayanan lainnya. Gratifikasi sangat beragam dari 'sajadah sampai haram jadah'," terang Jamil.
Melihat bentuk suap yang semakin luas, muncul lagi pertanyaan, perlukah suap seks diatur?
Sumber : detikcom
0 comments:
Post a Comment