Hakim konstitusi Akil Mochtar menyarankan kepada presiden agar mengurangi jumlah wakil menteri yang ada. Hal ini untuk mencegah kesan bahwa wamen adalah alat presiden bagi-bagi jabatan.
"Sebaiknya dikurangi, karena arus masyarakat menghendaki seperti itu. Itu juga untuk menghindari citra jabatan wamen hanya mengakomodir politik kepentingan dan bagi-bagi jabatan. Tapi semua itu terpulang sepenuhnya kepada presiden lagi," kata Akil yang juga juru bicara MK di Jakarta, Jumat (8/8).
Akil mengingatkan penempatan wamen haruslah pada kementerian yang memiliki beban khusus.
"Itu yang jadi syarat, dan hal itu hanya presiden yang tahu. Sehingga presiden harus menjelaskan beban khusus yang akan diemban oleh wamen dalam surat pengangkatan wamen," kata dia.
Lebih lanjut, kata Akil, pencantuman syarat beban khusus dalam pengangkatan wamen, seharusnya membatasi jumlah wamen yang dibutuhkan.
"Oleh karena itu, wamen tidak perlu sebanyak seperti sekarang. Cukup satu atau dua saja," ujarnya.
Pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK), posisi wakil menteri tidak lagi harus dijabat oleh pegawai negeri sipil (PNS). Layaknya menteri, posisi wakil menteri kini menjadi jabatan politik (political appointee).
Meski demikian, kata Akil, wakil menteri tidak harus dijabat oleh orang-orang yang berlatar belakang politik.
"Jabatan politis hanya sifatnya saja. Orangnya kan boleh dari latar belakang apa saja, tergantung presiden," ujarnya.
Sumber : merdeka.com
0 comments:
Post a Comment