Your Ad Here

Friday, June 1, 2012

Diajak Masuk Kokpit Pesawat, Ini Komentar Suu Kyi

Diajak Masuk Kokpit Pesawat, Ini Komentar Suu Kyi
Bangkok - Pemimpin oposisi Myanmar Aung San Suu Kyi mengaku silau dengan gemerlap Bangkok. Ia memandang Bangkok dari ketinggian saat siap untuk mendarat di Thailand untuk perjalanan luar negeri pertamanya dalam 24 tahun.

Peraih Nobel mengatakan dia duduk di kokpit atas undangan pilot dan mengaku "benar-benar terpesona" dengan lampu gemerlap Bangkok di malam hari.

"Saya pikir, 30 tahun lalu, adegan yang memenuhi mata saya saat mendarat di Bangkok tak jauh berbeda dari apa yang akan bertemu mataku saat mendarat di Rangoon Tapi sekarang perbedaannya cukup besar," Katanya.

Saat meninggalkan Myanmar tiga hari lalu untuk perjalanan bersejarah ke Thailand, Suu Kyi mengatakan penduduk setempat memegang lilin sebagai bentuk protes di seluruh negeri terhadap pemadaman listrik. "kegelapan telah mengganggu kami selama satu bulan atau lebih," katanya.

Melihat lampu kota Bangkok, Suu Kyi berhenti sejenak, tersenyum dan berkata, "Saya harus mengatakan terus terang bahwa apa yang terlintas dalam pikiranku adalah bahwa kita perlu sebuah kebijakan energi."

Para tokoh dunia yang hadir dalam World Economic Forum tertawa dan bertepuk tangan selama pidatonya. Selama waktu itu, ekonomi hampir mati Myanmar memaksa jutaan untuk meninggalkan negara itu untuk mencari pekerjaan di negara-negara tetangga. Kelompok hak asasi manusia memperkirakan, di Thailand saja, ada sekitar tiga juta migran asal negeri itu.

Suu Kyi, pendiri Liga Nasional Myanmar untuk Demokrasi, disambut bak selebriti dalam perjalanan luar negeri pertamanya sejak memenangkan kursi di Parlemen pada bulan April. Izin pemerintah untuk meninggalkan Myanmar menandai satu lagi langkah maju bagi pemerintah yang dalam dua tahun terakhir telah membuat sejumlah konsesi mengejutkan.

Menjelang pemilu bebas dan adil pertama dalam beberapa dekade, partai-partai oposisi diizinkan untuk kampanye. Suu Kyi bahkan diberi ruang di televisi pemerintah dan radio.

Pada bulan-bulan sebelumnya, pemerintah mengampuni ratusan tahanan politik, melakukan gencatan senjata dengan pemberontak Karen, dan setuju untuk bernegosiasi dengan kelompok-kelompok etnis yang memberontak.

Sumber : TEMPO.CO

0 comments:

Post a Comment